22 Juli 2008

The Dark Knight - a must see movie

Kemarin aku bersuka cita karena bisa nonton film yang lama kunanti-nanti. The Dark Knight. Aku bukan penggemar film-film Batman, dan nggak terlalu tertarik untuk tahu detail sejarah cerita Batman seperti di komik-komik. Tapi sejak Batman Begins diputar di bioskop dan baca review tentang film itu dan akhirnya memutuskan nonton, aku jadi tertarik dengan sekuelnya, The Dark Knight. Kematian Heath Ledger pemeran Joker di film itu juga merupakan pendongkrak rating film Dark Knight, apalagi disebut-sebut dia meninggal akibat terlalu mendalami peran Joker-nya, dan kalau saat ini dia banyak diusulkan untuk menerima penghargaan posthumous di Academy Award nanti untuk aktingnya dalam film ini. Makin penasaran aku nonton.


Berjubel sama ABG pun kujalani untuk beli tiket Dark Knight (maklum nontonnya nomat di Plasa Semanggi). Dapet juga tiketnya, meskipun harus maksa duduk di baris terdepan. Walhasil selesai nonton film aku keluar dengan sedikit keliyengan he he.

Film dibuka dengan perampokan sebuah bank oleh segerombolan orang bertopeng. Disitu aku berpikir sebuah perampokan berencana yang disusun seorang Joker yang diceritakan sebagai seorang yang "sakit", yang bertindak tanpa aturan, yang tidak punya pola kerja, adalah seuah perampokan yang mulus dan terencana rapi, nekat, dan sadis.

Sepanjang film penonton disuguhi adegan-adegan action keren dan movie effect canggih. Tapi yang paling menonjol dalam film itu adalah Joker. Ia bisa memporak porandakan Gotham City, menyibukkan para penegak keadilan dan mempermainkan perasaan semua orang, termasuk penonton. Sadis, gila, tidak dapat dipahami. Itu yang aku dapat dari karakter Joker.

Heath Ledger sukses memerankan peran ini, dan dibandingkan dengan peran yang sama yang diperankan Jack Nicholson dalam film Batman di tahun 1989, Joker yang diperankan Heath lebih sadis, true criminal, lebih 'sakit', tapi serasa lebih nyata dan bukan karakter komik. Bukan tidak mungkin ada orang dengan karakter seperti Joker-nya Heath di kehidupan ini. Menurutku Joker-nya Nicholson terasa seperti karakter komik, tidak "gila" meskipun sadis, dan apa ya...kurang gimanaa gitu (sulit mengungkapkannya seperti para kritikus atau pengamat film lain).

Satu hal yang bikin aku sedih adalah Joker menang. Di film itu dia menang, dia berhasil menghancurkan Harvey Dent, memporak porandakan Gotham dan membuat Batman kewalahan. Di beberapa blog yang juga mereview film ini banyak yang kecewa Batman dilukiskan 'lemah'. Tapi menurutku ga papa, Batman still a human. Di komiknya juga Batman juga manusia, tidak seperti Superman yang memang punya kekuatan super. Batman menjadi 'superhero' karena memiliki kemampuan beladiri setingkat agen/militer khusus kelas atas plus didukung kekayaannya mampu membeli teknologi canggih yang diterapkan dalam bentuk kostum, senjata, kendaraan dan gadget-gadget canggih. Dia bukan manusia super. Dia manusia biasa yang juga punya perasaan - yang dimanfatkan oleh Joker secara sengaja maupun tidak - misalnya saat dia kehilangan kesabaran dan ngamuk menghadapi Joker, atau saat dia sedih kehilangan Rachel.

Secara keseluruhan, film ini bagus sekali. Sayang karena aku duduk di baris depan jadi kurang menikmati perubahan gambar yang begitu cepat. Sepertinya aku harus nonton lagi.

(gambar diambil dari berbagai sumber di google)

15 Juli 2008

Macet lagi ...

Dua hari ini aku bawa motor sendiri ke kantor. Sebenarnya bawa motor sendiri adalah hal yang biasa buatku, sejak SMA aku sudah biasa naik motor sendiri. Tapi kali ini perjuangannya terasa sekali. Apalagi kalau bukan macet berkilo-kilometer. Selama macet itu awalnya aku mengumpat-umpat, tapi setelah lama terjabak macet dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi, kepalaku penuh pertanyaan "kenapa bisa begini sih?" "sampai kapan mau begini?" "gimana caranya ya supaya nggak macet lagi?"

Macet kemarin betul-betul bikin pusing, kira-kira 3/4 perjalanan ke kantor yang berjarak 15-20an kilo itu macet total. Kami (aku dan suami) yang naik motor saja sempat berhenti dan mematikan motor. Penumpang angkot berusaha bertahan di angkot sampai keringat menetes-netes. Yang sudah tidak tahan pengapnya udara dalam angkot pun memutuskan untuk turun dan berjalan kaki, yang sebenarnya juga sulit karena hampir tidak ada trotoar disepanjang jalan tersebut. Walhasil kami telat sampai kantor. Telat banget. Padahal percaya atau tidak, hari itu kami berangkat 1 jam lebih awal dari biasa untuk menghindari kemacetan yang mungkin terjadi akibat hari pertama anak-anak masuk sekolah.

Hari ini sebenarnya nggak terlalu panjang macetnya, tapi cukup bikin pusing karena sisi-sisi jalan juga sedang ada pembongkaran untuk dibuat gorong-gorong (lagi). Just another PU project. There's always pekerjaan jalan in Jakarta. Bulan ini pembuatan gorong-gorong, bulan lalu pemasangan kabel Indosat, bulan sebelumnya galian PLN, sebelumnya lagi pengaspalan. Nanti bisa ditebak setelah bulan ini pasti ada perbaikan jalan apalagi.

Sepertinya masalah kemacetan di Jakarta sudah seperti lingkaran setan yang mustahil diputus. Selain karena kedisiplinan pengguna jalan yang patut dipertanyakan (dengan tanda tanya besar tentunya), masalah lain adalah bertambahnya jumlah kendaraan pribadi baik motor maupun mobil, dan banyaknya jalan rusak serta proyek-proyek yang memakan badan jalan.

Kalau mau ditulis mungkin bakal panjang sekali komplain tentang kedisiplinan di jalan. Mulai dari angkot yang ngetem semena-mena di tengah jalan, potong jalur kiri kanan seenak udel sendiri, motor yang semakin banyak dan mencari celah sekecil apapun untuk lewat termasuk trotoar yang seharusnya untuk pejalan kaki, banyaknya mobil pribadi yang ternyata hanya berisi 1 - 2 orang saja, polisi yang hanya bengong melihat kemacetan atau malah memanfaatkan kemacetan untuk cari-cari kesalahan pengendara motor yang terjebak macet, sampai pak ogah yang ikut repot mengatur laju arus kendaraan. Semua itu ada di Jakarta.

Kendaraan umum yang seyogyanya merupakan solusi kemacetan ternyata bukan merupakan pilihan bagi masyarakat kita. Pelayanan dan fasilitas yang buruk masih merupakan kendala. Belum lagi saat masyarakat dipusingkan dengan naiknya tarif kendaraan umum akibat kenaikan harga minyak dunia. Untuk sebagian warga, kalau dihitung-hitung naik motor jauh lebih murah daripada biaya naik angkot. Selain motor bisa langsung menuju ke tempat tujuan (tidak semua jalur angkot melayani semua wilayah kan?), motor lebih praktis dan lincah bergerak jika terjebak macet. Selain itu untuk mendapatkan kredit motor saat ini semakin dipermudah, bahkan ada yang tanpa uang muka. Siapa yang menolak?

Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini masih saling tumpang tindih jawabannya. Sepertinya untuk sementara kita masih harus bersabar menghadapi macet setiap hari.

09 Juli 2008

finally...

Finally I have a blog. Well this is my first blog at blogspot, my real first blog is at multiply actually, made when I was urged by a friend to comment on her blog. And so that blog was created "accidentally".

Here in this blog, I'd like to post all my thoughts and experience, share them to you all who are willing to read and comment on them.

Happy writing to me, happy reading to you!